Jumat, 21 Januari 2011

‎"Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat: berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuhnya?" Inilah pertanyaan yang diajukan Yesus kepada hadirin, khususnya kepada orang-orang Farisi, yang biarpun sudah berada di rumah ibadat, tetap saja memata-matai-Nya. Sebab, di rumah ibadat itu ada seorang yang tangannya mati sebelah. Seandainya Yesus menyembuhkan orang itu, tanpa peduli akan adanya hari Sabat, maka ada alasan serius untuk mempersalahkan-Nya.

Dalam keadaan yang sungguh menegangkan ini, Yesus mulai bertindak. "Mari, berdirilah di tengah!", kata-Nya kepada orang yang tangannya tak bisa digerakakan. Yesus menempatkan orang itu di tempat terhormat, padahal orang itu cacat dan dicap berdosa oleh orang-orang Farisi. Setelah itu Yesus menyampaikan pertanyaan yang ditempatkan pada awal tulisan ini. Masalahnya sangat dasariah: adakah hari tertentu dalam kalender, ketika manusia dilarang berbuat baik? Semua orang yang hidup sekarang barangkali akan menjawab, "Tidak ada hari yang demikian! Berbuat jahat memang tidak boleh. Tetapi, tak pernah ada larangan untuk berbuat baik!" Nyatanya, pertanyaan Yesus tidak berani dijawab umat di rumah ibadat itu. Antara lain, karena di situ hadir pula orang-orang Farisi, kelompok radikal yang menghafal macam-macam larangan agama, namun tidak peduli akan sesama yang susah hidupnya.

Maka, Yesus sangat berduka. Ia berduka, karena Ia menyadari bahwa hati umat Tuhan dikuasai oleh kekerasan yang tidak masuk di akal. Begitukah hati Allah? Seandainya Dia sekeras manusia, Ia pasti akan menghukum setiap dosa dengan neraka yang kekal. Mengapa Ia tidak melakukannya? Sebab dalam hati-Nya hanya ada Kasih. Kasih yang penuh belas kasihan. Kasih yang siap turun dari surga sambil mencari manusia. Kasih yang selalu membuka tangan dan hatinya. Kasih yang terus menunggu manusia mengulurkan tangannya untuk menerima diri-Nya dan rahmat-Nya. Justru karena itulah Yesus berkata kepada orang cacat itu, "Ulurkanlah tanganmu!" Syukurlah, orang itu menuruti perintah Yesus. Tangannya sembuh seketika itu juga.

Begitulah gambaran hidup manusia umumnya... Ia terus diincar oleh Iblis dan pembantu-pembantunya. Iblis terus berbuat apa saja supaya manusia menutup hatinya rapat-rapat terhadap kasih Allah dan kehendak-Nya. Supaya hati itu lebih keras dari granit. Supaya manusia lebih suka mati tanpa harapan dari pada menyerahkan diri ke dalam tangan Allah. Maka, pada saat Yesus mengulurkan tangan-Nya di salib dan dengan rela mau dipaku, Iblis yakin bahwa ia sudah menang. Namun, ia tak pernah menduga bahwa tubuh manusiawi Yesus yang disengsarakan sampai mati itu akan dimuliakan dan disembah manusia beriman sepanjang masa.

Lalu, bagaimana dengan orang-orang Farisi yang nyatanya membenci Yesus karena merasa dipermalukan melalui mukjizat itu? Mereka bersepakat dengan penguasa sipil untuk membunuh Yesus. Ketahuan dengan jelas apa yang terjadi kalau manusia membiarkan dirinya menjadi fanatik yang radikal. Ia lebih mementingkan ideologinya sendiri dari pada kehidupan. Dia malah tidak ragu-ragu untuk menjalin relasi dengan penguasa yang biasanya tidak disukainya. Kekerasan selalu menuju pembunuhan. Pembunuhan selalu paling mencelakakan si pembunuh. Sebab dia tidak peduli bahwa manusia lain adalah ciptaan Allah dan bahwa manusia lain adalah saudaranya. Maka dengan sendirinya ia tidak bisa masuk kebahagiaan kekal. Surga hanyalah bagi mereka yang hidup dalam kasih.

* * * * *

Santa Maria, bunda kami yang tercinta, kami mohon doamu yang khusus, supaya semua orang di bumi belajar saling mencintai, bukan saling membunuh atau mencelakakan. Supaya, semua orang mengerti bahwa berbuat baik adalah kemuliaan mereka. Ave Maria! Pandanglah anak-anakmu yang menderita di bumi ini dan tolonglah kami!


from Bunda Penolong Abadi page on facebook

Tidak ada komentar:

Posting Komentar