Rabu, 04 Agustus 2010

Kehendak Allah

Bacaan: I Yohanes 5 : 13 – 15, Yakobus 4 : 1 – 3

I Yohanes 5 : 14 – 15
“Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya.”

Yakobus 4 : 2 – 3
“Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.”

Kehendak Allah adalah sempurna, mungkin kehendakNya tidak akan pernah sesuai dengan kehendak manusia, tetapi apabila manusia dapat memiliki karunia hikmat untuk mengetahui kehendakNya, tidak akan ada satu permohonanpun yang dia minta, tidak terkabulkan. Banyak dari permohonan-permohonan manusia di dasari keinginan-keinginan pribadi yang duniawi, jarang sekali seorang individu memiliki keinginan untuk mendoakan sesamanya yang lain, maka dari itu sifat dasar ke-egoisan manusia ini mempersulit terkabulnya doa-doa permohonan mereka, langkah awal dari mengerti kehendak Allah adalah mengacu kepada permohonan yang bersifat ‘kami’ dan bukan ‘aku.’

Sebenarnya dasar doa ‘Bapa kami’ yang di ajarkan oleh Tuhan Yesus dalam injil Matius 6:9-13, adalah dasar doa yang baik, karena dalam doa tersebut tidak ada satupun kata ‘aku’ di dalamnya, sebenarnya Tuhan sendiri tidak pernah mengajar manusia bersifat egois, tetapi bukankah masih banyak orang yang lebih sering mendoakan ‘aku’ daripada ’kami?’ Pada hari ini Tuhan mengajak kita semua untuk dapat memohonkan permohonan-permohonan yang sesuai dengan landasan kasihNya, permohonan-permohonan yang dapat memberikan dampak yang positif bagi diri kita sendiri tetapi terutama lebih kepada sesama kita, bukan lagi kehendak kita yang terjadi tetapi kehendakNya, karena hanya kehendakNya yang sempurna.

=========================================================================
Bila saya mengingat masa kecil saya (usia 4-8 tahun), di waktu orang tua saya membawa kemanapun mereka pergi, ada perasaan aman di dalam diri saya, meskipun saya tidak mengetahui kemana arah tujuan perjalanan saya, yang saya tau dimana ada orang tua saya, saya merasa saya berada di tempat yang terbaik, meskipun mungkin ada tempat-tempat yang tidak sesuai dengan keinginan saya (dokter (suntik), dokter gigi, dan tempat yang tidak di sukai anak kecil lainnya), tetapi saya tetap saja mau untuk di ajak pergi oleh orang tua saya.
Cerita masa kecil saya yang barusan saya sampaikan adalah pengalaman saya waktu mempercayakan kehendak orang tua saya atas hidup saya, saya jadi ingat waktu Tuhan Yesus berkata:

Dalam injil Matius 18:3-5,

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”

Anak-anak kecil mem-‘percaya’kan hidupnya kepada masing-masing orang tuanya, meskipun kehendak orang tua mereka tidak sesuai dengan keinginan mereka, sebenarnya inilah sebuah prinsip yang sama, prinsip mempercayakan Kehendak Allah atas kehidupan kita, percaya bahwa hanya Kehendak Allah yang terbaik bagi hidup kita, maka dari itu bukan lagi keinginan kita yang tidak sempurna yang menjadi acuan dari segala bentuk permohonan kita, tetapi biarlah KehendakNya yang terwujud dalam setiap hal dalam kehidupan kita.

Marilah kita:
1. Belajar untuk tidak berdoa dengan cara kita sendiri, berdoalah sesuai dengan ajaran doa yang sudah Tuhan Yesus ajarkan kepada kita semua, yaitu doa Bapa kami, karena doa tersebut adalah doa yang sempurna.
Doa yang mempunyai unsur kasih karena bukan ‘aku’ yang menjadi fokus permohonan kita, tetapi ‘kami’ yang lebih utama, karena kasih tidak egois.
2. Belajar untuk tidak memaksakan kehendak kita kepada Tuhan, karena kehendak kita terbatas dan tidak sempurna, belajar untuk memohonkan Kehendak Tuhan terjadi atas kehidupan kita, karena Tuhan yang berkuasa dalam kehidupan kita, bukan diri kita lagi. (Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga, Mat 6: 10b)
3. Belajar untuk menerima berkat yang memang diperuntukkan untuk kita, berkat yang membuat diri kita tetap setia, bukan berkat yang hanya memenuhi hawa nafsu dan membuat diri kita terjatuh dan pada akhirnya membuat kita menjauh dari Tuhan. (Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya, Mat 6:11)
4. Mengingat bahwa dalam segala bentuk doa, bukan permohonan yang menjadi inti dari doa kita, tetapi ucapan syukur, pujian bagi Allah dan harapan atas hadiratNya dalam kehidupan kita. (Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu ... Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Mat 6 : 9 – 10a, 13b)

Semoga berkat Allah yang Maha Kuasa menyertai anda sekalian, Bapa, Putra dan Roh Kudus!

Sent by : Melcy Yi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar