Rabu, 29 Desember 2010

Perkawinan Kristiani

Saya tidak akan pernah lelah mengatakan pada kalian bahwa perkawinan adalah suatu jalan kekudusan yang agung dan mengagumkan. Seperti semua hal-hal ilahi yang ada dalam diri kita, perkawinan membutuhkan tanggapan kedua insan untuk saling menghormati, bermurah hati, saling mengabdi dan melayani. (Conversations, 93)


Pasangan kristiani seharusnya sadar bahwa mereka dipanggil selain untuk menguduskan diri mereka tapi juga untuk menguduskan orang lain, bahwa mereka dipanggil untuk merasul dan bahwa ladang kerasulan mereka yang pertama adalah keluarga. Mereka mesti memahami bahwa membangun rumah tangga, mendidik anak-anak dan menunjukkan kesaksian hidup kristiani dia tengah masyarakat, semuanya adalah tanggung jawab adikodrati.

Keberhasilan dan kesuksesan hidup manusia –yaitu kebahagiaan- tergantung pada sejauh mana mereka sadar akan panggilan hidup mereka masing-masing; berkeluarga, menjadi imam, biarawan, biarawati atau sebagai selibat awam. Tapi bagi yang terpanggil untuk hidup berkeluarga, mereka tidak boleh lupa bahwa misteri kebahagiaan perkawinan terletak pada hal-hal dalam kehidupan perkawinan mereka sehari-hari; bukannya pada mimpi dan angan-angan.

Misteri ini hadir pada cara-cara di mana mereka menemukan sukacita saat pasangannya pulang ke rumah di petang hari, dalam hubungan penuh kasih mereka dengan anak-anaknya, dalam kegiatan sehari-hari; mereka di mana seluruh anggota keluarga terlibat, dalam sukacita mereka saat menghadapi kesulitan yang harus dilewati bersama; penuh semangat, dalam mereka memanfaatkan segala kemudahan yang ada untuk membesarkan anak-anak, yang pada akhirnya rumah tangga mereka menjadi menyenangkan dan hidup menjadi lebih berarti.

Tak henti-hentinya saya mengatakan pada mereka yang terpanggil oleh Allah untuk membina panggilan hidup berkeluarga: agar mereka selalu saling mengasihi, mencintai satu sama lain; dengan kasih yang sama seperti saat mereka bertemu. Siapapun yang berpikiran bahwa kasih terhenti saat kecemasan dan kesulitan hadir dalam kehidupan perkawinannya maka pandangan mereka sungguh buruk terhadap perkawinan; yang padahal adalah sebuah sakramen dan juga impian serta panggilan.

Justru dengan hal-hal itulah maka kasih tumbuh berkembang. Berbagai kecemasan dan kesulitan tidak akan sanggup menenggelamkan cinta sejati karena mereka yang mengurbankan diri mereka bersama-sama dengan sepenuh hati akan dibawa mendekat pada pengurbanan mereka. Seperti tertulis di Kitab Suci,aquae multae, sejumlah kesulitan, baik yang bersifat fisik ataupun moral, non potuerunt extinguere caritatem, takkan dapat memadamkan kasih. (Cant 8:7). (Conversations, 91) -In nomine Iesu-



from Gereja Katolik page on facebook



Tidak ada komentar:

Posting Komentar